21 Jan 2011
Blindness of Love
Hangat Khayalan
Temaram celah denting waktu disusupi
Melipat jarak nyata menjadi nihil
Pertautan hati di ruang imaji
Menitip rasa pada rajutan kata
Suguhkan kehangatan semu
Gelombang khayal mengusir rindu
Lenyap menguap tersapu hampa
Bayangkanlah...
Hadirmu,
Hadirku,
Kosong
(Awal Jumat. Khayalku melawan kelumpuhan)
20 Jan 2011
Lekas Lalu
Mengapa kuhalangi matahari turun segera,
Biar abu-abu kebiruan menjamu lembayung,
Hingga jeda panjang bergulir tanpa sisa rasa.
(Kamis pagi. Ingin lekas)
19 Jan 2011
Begitulah
Yang bisa dipertahankan adalah komitmen, bukan perasaan. Kepada siapa hati jatuh, itu juga nggak bisa diatur. Yang mungkin diusahakan adalah menjadi yang lebih dipilih, bukan melarang hati memilih yang lain.
(Rabu menjelang senja. Bukan juga senja keemasan)
18 Jan 2011
Sepertinya, Dia Belum Percaya
Sepertinya, dia tersedak masa lalunya.
Sepertinya, dia sibuk dibelit tanda tanya.
Sepertinya, kehadiranku masih sebatas mimpi indah di kala mata terlena
Sepertinya, aku belum nyata.
Sepertinya, dia memang belum percaya!
(Moammar Emka)
13 Jan 2011
Lebih Baik Terlambat
"Met anniversary ya.. :D"
Walau terlambat satu hari karena lupa, simple, singkat, tapi masih menghadirkan senyum. Kamu, masih lumayan skip ternyata. Pasti lelah ya? Hehe. Semoga bisa menjadi penangkal insomnia malam ini.
(Kamis malam. Nite universe!!!)
Polisi Tidur
Well, masih banyak yang unik dari dirinya. Dan banyak pula kekesalan yang sering ditimbulkannya. Hahaha. Tapi tak seberapa. Belakangan ini dia punya peran baru. Profesi baru sepertinya. Dia adalah polisi tidurku.
Polisi tidur, itu julukan yang dia nobatkan sendiri untuknya tadi pagi. Agak ambigu memang. Sambil bercanda kusebutkan persamaan polisi tidur yang terbentang di jalan dengan polisi tidur yang diperankannya. Keduanya sama-sama menggelembung, mbelendung, kembung. Hahaha.
Semacam polisi, dia mengawasi ketertiban tidurku. Sedikit berkisah, tidurku agak bermasalah akhir-akhir ini. Dia tau pasti seberapa minim aku jatuh terlelap. Juga paham apa akibat dari semua ini. Ya, ini bukan kali pertama. Dulu, saat masih satu kosan, dia tau aku pasti tidak bugar karena gangguan tidur ini. Aku menderita darah rendah. Kadang jika kambuh kesulitan tidur akut ini, aku seharian tidak keluar kamar. Kadang makan pun minta titip saja. Keseimbanganku terganggu, kadang gelap (derita hipotensi).
Beberapa hari ini dia selalu menanyakan jam berapa aku tidur, jam berapa terbangun (yang belum saatnya), jam berapa melanjutkan tidur, hingga jam berapa akhirnya bangun. Dia sering memergokiku yang masih berkeliaran tengah malam. Tidak ada sanksi yang diberikan. Hanya menyisakan bahagia. Walau tak selalu bersama, masih merasa perhatian yang sama.
Ps:
Hey kamu, dalam beberapa hal kami (aku dan adik) merasa kau jauh lebih dewasa menghadapinya dibanding kami semua. Kamu istimewa, tapi coba bersahabatlah dengan dunia normal. Hahaha. Terima kasih ya... Sayang kamu! *bibir mulai gemetar
(Kamis Malam. Ngantuk bikin inget harus laporan ke kamu bahwa tidurku perlahan membaik)
Sekedar Cerita
Kepada kalian yang aku rindukan,
Berceritalah... Kisahkan saja tentang langit, udara, atau apa saja yang tertangkap mata. Bagaimana warna langit di atasmu? Suara apa yang mengalun merasuki telingamu? Bagaimana hujan membasahi kulitmu? Kisahkan tentang Si Dia atau Si Menyebalkan atau apa saja.
Ceritaku pun tak kadang hanya sebatas hari-hari biasa yang coba aku cari bedanya. Kadang semut merangkak pun jadi topiknya. Ya, terlalu banyak yang aku ceritakan. Kadang otakku langsung terhubung dengan orang tertentu saat aku mendapati satu hal yang mengingatkanku padanya. Mungkin kalian bosan, hingga habis kata untuk sekedar memberi respon. Jujur, kalau sudah begini aku tau diri lalu menarik diri.
Berkisahlah kapan saja. Bukan hanya saat pelik, ceria pun sangat menarik. Saat berkisah kita ciptakan permainan. Permainan 'dengar dan bayangkan'. Ajak main sedikit otak yang lelah. Putar dia pada rekaman peristiwa yang baru terjadi. Perhatikan detailnya, kisahkan. Manusia, dengan seluruh alat inderanya meresapi apa yang ditangkapnya. Dan lihat, setiap hari adalah berbeda. Setiap hari adalah menarik, jika tidak diabaikan.
Dan aku sangat tertarik pada kisah akan hari-hari kalian. Kendala keruangan, tidak membiarkan kita berbagi udara yang sama. Manipulasi jarak, kelabui ruang. Ceritakan apa saja, nyanyikan kembali senandung angin. Khayalku pun menari-nari, menciptakan panggung sendiri. Ruang dimana kalian ada di situ. Jadikan aku seolah di sana. Seolah jarak hanya ilusi yang menampilkan kehadiran halusinasi. Perjumpaan nyata mungkin tidak terlalu penting jadinya. Ya, waktu menjadi kendala. Aku paham benar.
(Kamis malam. Datanglah tanpa sebab)
Baru
Intinya adalah masalah keruangan. Kendala jarak dan waktu. Rutinitas baru, tentang bagaimana membagi waktu. Keterbatasan waktu diperkirakan semakin tidak berjeda. Lingkungan baru, orang-orang baru membentuk kebiasaan baru.
Setidaknya kemarin pola-pola berbeda telah dilalui. Pola yang menuntut untuk berubah. Perubahan yang tidak berpengaruh pada rasa.
Sepertinya kuncinya akan sama
Sedikit waktu untuk mengelabui jarak
(Kamis pagi. Ingatkan diri untuk bersiap)
12 Jan 2011
Untuk Kamu
Jika Mark Zuckerberg tidak menciptakan Facebook, bagaimana kita bertemu?
Jika profile pictureku saat itu tanpa lesung pipi, apa yang menarikmu?
Jika sore di bulan puasa saat itu tidak aku balas message pertama darimu, bagaimana seterusnya?
Jika dua tahun lalu di suatu sore tidak aku gerakan jariku untuk mengklik icon confirm, apalagi yang akan kau lakukan?
Jika... Jika... Jika... Ya, jika.
Tapi beginilah sekarang. Agak sedikit sungkan mengakui bahwa ini semua akibat jejaring sosial yang biasa dipakai pria hidung belang untuk menjerat gadis belia polos (atau bodoh) bernama Facebook. Norak? Ya sudah, memang kenapa? Mungkin ini memang caranya. Peduli setan dibilang apa.
Bagaimana mencuri hatiku? Ingat-ingat lagi! Mudahkan?! Sangat mudah! Mudah, lagi-lagi ini jalan yang memang sudah dipilihkan untuk ditempuh. Hanya dengan membuatku tertawa, menghibur sedihku, kekonyolan yang manis, sedikit pujian, membuatku merasa ada, ditambah kegigihan yang tidak surut, apalagi ya? Kamu yang lebih tau... Lalu, sekejap dengan lugu kuberikan hatiku padamu.
Dari awal aku sampaikan, ini kali pertama. Jadi, aku memintamu untuk membimbingku. Sejauh ini banyak yang sudah aku pelajari. Walau masih juga aku menjadi murid terbodohmu, mungkin. Murid ini terlalu kritis untuk menerima begitu saja semuanya. Harus tau alasan dibalik setiap hal. Kadang memang mengganggu. Tapi terima kasih untuk segala kesabarannya. Masih banyak yang aku buta, kelas masih panjang. Kelas penyesuaian.
Hal sederhana yang berhasil aku temukan jawabannya selama ini adalah alasan seseorang bisa kesal hanya karena tiga hari tidak dihubungi. Oke, dulu aku sering menyepelekan. "Kenapa sih Si Anu bete banget, cuma tiga hari gak ditelepon sama Si Itu aja uring-uringan?". Duuuwaaar!!! "Tau kan lo sekarang gimana rasanya!!!". Yah, semacam itu lah salah satunya.
Sepatutnya di sini aku juga sampaikan maaf yang sangat sangat kepada kamu. Untuk apa? Karena beberapa hari belakangan ini aku terkesan terobsesi dengan hari ini. Minta segala ketemuan yang justru membebani kamu yang sedang banyak urusan. Aku sudah paham, tidak ada esensi berarti dibalik hari ini. Toh tahun sebelumnya juga tidak ada yang kita lakukan. Bahkan ingat pun tidak.
Itu hanya karena lagi kumat manjanya aja. Ingin rasain gimana kaya yang dirasain orang-orang. Enggak banget kan? Ya, aku tau. Otak aku lagi bodoh aja mungkin. Lagi rela dikonstruksi oleh media dan lingkungan. Jadi, sekali lagi maaf ya atas ketidaknyamanan beberapa hari belakangan ini.
Sudah, begitu saja. Kalau semakin panjang nanti tulisanku semakin tajam, semakin menyebalkan. Oiya, karena mengambil hatiku tidaklah sulit, sangat mudah dan berbiaya rendah, lakukanlah sering-sering. Bisa ada bonusnya, loh! Hahaha. Aku bersyukur atas kejadian dua tahun silam dan segala yang terjadi selama dua tahun ini.
Singkatnya, terima kasih, maaf, dan mohon kerja samanya!!!!
Ps: Terima kasih hari ini sudah disempetin mampir. Aksaykambang, mu... =)
(Rabu malam. Jika ada umur ada jodoh ada waktu dan kesempatan, sampai jumpa akhir bulan. Rindu)
11 Jan 2011
10 Jan 2011
Tak Henti
Biarkan remang sajikan gelap dan terang
Hanya kala malam, berjinjit mengintip
Tumpukan letih geliat hari sisakan celah
Jelajahi malam antarkan lelap
Pagi, jangan hapus jejak bayangku tadi malam
Sorot segala sisi hanya tinggalkan terang
Diam, menanti siang sedikit lengah
Geliat hari berjejalan penuhi celah letih
Terobos terang semangati peluh
(Senin dini hari. Menanti kumandang subuh membuka hari)
2. Tatap
(10 Januari 2011)
9 Jan 2011
Terpencar
Tarian jemari mengusik pelan kepulan asap. Gerakannya hanya mengurai gumpalan asap bergerak jauh meninggalkan jari, tak tertangkap. Semakin lincah jari menari semakin terurai, tak ubahnya mengibas-ngibas asap agar lenyap. Tidak ada yang sejati memang.
Baiknya ku jelajahi saya dengan pandangan tanpa menjamah. Menyaksikan gurau gumpalan asap yang berbenturan, bergumul, melebur, terburai hingga hilang. Lalu datang lagi terbawa angin, berubah jadi air yang menyejukan saat disentuh.
Kini, aku menunggu di bangku penonton.
(Minggu siang. Pun akhirnya kita akan sendiri)
3. Sabarmu
(9 Januari 2011)
*Aaaaah... Jadi melow. Terima kasih ya, mu... :)
8 Jan 2011
Jeda
Tinggalkan penari dalam beku
Sorot lampu menangkap henti
Panggung gamang sejenak
Tirai diturunkan, jeda sesaat
(Sabtu Malam, tak ada kisah)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
4. Condongkan
(8 Januari 2011)
7 Jan 2011
Ong
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Cupcakes
Beberapa hari lalu Astari datang ke rumah. Rencana telah disiapkan untuk melakukan uji resep cupcake. Resep mencontek dari Magnolia Bakery's Vanilla Cupcakes (toko rotinya Sex and The City gitu) lalu sedikit modifikasi.BAHAN:
- 1 1/2 cups self-rising flour (biasanya kemasan kardus)
- 1 1/4 cup tepung terigu
- 1 cup unsalted butter (biarkan pada suhu ruangan)
- 1 3/S cup gula
- 4 butir telur
- 1 cup milk
- 1 sendok esens vanila (saya modif dengan esens almond dan pisang atau apapun sesuai selera)
- 1/2 cup almond iris (kalau pakai esens pisang, boleh tambahkan pisang)
- 12 cup kertas (seperti untuk muffin) ukuran sedang
- Gula halus untuk taburan
CARA:
- Campurkan tepung terigu dan self-rising flour. Sisihkan.
- Kocok butter dengan mixer kecepatan sedang hingga lembut, tambahkan gula sedikit demi sedikit hingga tercampur sempurna dan agak mengembang, tambahkan campuran terigu bergantian dengan susu hingga seluruh adonan tercampur rata. Sisihkan.
- Tambahkan esens almond/ vanilla/ pisang/ hazelnut/ apa saja sesuai selera, aduk. Terakhir, tambahkan irisan almon, sisakan sebagian untuk hiasan.
- Isi cup kertas dengan adonan hingga 3/4 penuh.
- Panaskan oven, panggang hingga matang kurang lebih 25 menit. Jika ragu, cek dengan menusukkan lidi/ tusuk gigi hingga tidak ada adonan basah yang menempel.
- Angkat dan dinginkan sejenak. Icing dengan menaburkan gula halus.
- Sajikan bersama teh atau kopi hangat. Yummmy!!!
Oiya, kali ini kami coba berkreasi dengan fondan warna-warni. Ternyata sulit, harus kursus clay sepertinya. Hahaha. Begini deh jadinya hasil percobaan sang amatiran.
Tanda Mata Denting Dua Belas
Saat larut, kulawan pekatnya. Kujaga sadar tetap terjaga, jangan sampai kantuk di pelupuk mencurinya. Bergegas, seolah mega merona di ufuk timur pengiring surya menjelma tirai penutup panggung, mengharamkan kisah ditampilkan.
Kunanti denting dua belas kali sembari membolak-balik jejak rasa, mencari remah-remah dalam kebersamaan untuk dirangkai dalam kata, untaian ambigu, tampilkan kisah di panggung kata-kata pamerkan gemulai indah tarian lidah.
Satu suka pada denting dua belas kali, sisakan senyum sebelum pasrah terpejam masuk alam mimpi. Tanpa sadar, kulepaskan tawa kecil iringi kilas roman panggung pikiran, manis.
Satu suka, sebentuk doa agar yang pernah ada tidak akan sirna. Menyajikan satu lagi syukur atas nikmat candu yang mabukkan jiwa. Serupa pupuk bagi rasa yang hampir layu diserang hama pilu musim dingin.
Kukecup bayangmu yang hadir sebelum lelap mendekapku erat-erat. Kudekatkan bibirku ke samping telingamu yang telah hanyut dalam lelap. Sekadar bisikkan kata terima kasih, (mu).
(Jumat dini hari. Sejuk malam berintik membangunkan lelapku)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
5. Bisa
(7 Januari 2011)
6 Jan 2011
Satu Hingga Enam Puluh
Tubuh terlentang melintang
Rentangkan tangan lepas beban
Pejamkan mata menatap langit
Bisik udara mengulik senyap
Hitung satu hingga enam puluh
Menit berlalu tanpa bekas
Kecoh pikiran agar tetap kosong
Ulang lagi mengurut angka
Menit pun berlalu di enam puluh
Hingga sadar semua sia-sia
Satu sampai enam puluh
Tidak mengusirnya dari benak
Setiap menit, setiap detik
(Kamis sepeninggal petang. Sungguh payah & hampir lupa suaranya)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Lelakon
Ketika ada petang di antara siang dan malam
Ketika ada remang di antara terang dan gelap
Ketika ada abu-abu di antara hitam dan putih
Ketika ada rasa di antara tertawa dan menangis
Apakah itu benar dan salah?
Entah!
Yang pasti itulah lelakon
[Lan Fang]
6. Petunjuk
(6 Januari 2011)
5 Jan 2011
Rabu Depan
Kali pertama, kisah perdana
Si gadis merengek manja
Ingin cicipi serabut arumanis
Kenakan gaun menawan
Keliling kota hingga larut
Mengejar pijar kerling malam
Berharap jadi dewi malam
Bukan muluk efek sinetron
Sekedar sehari tidak biasa
Enggan berkata diam meraja
Damba tak juga padam
Merapal doa agar tak lupa
Pekan depan tahun kedua
(Rabu Malam. Selayak anak-anak banyak maunya tapi hanya diam, berkoar di sini. Hahaha)
Dalam Saat
Ketika sorot berpijar, sinar itu bergegas meneguk rakus hangat tak bersyarat yang hanya dilatari rindu seraya menyeringai menang. Tanpa ampun mencumbui sendu dalam rebah binar kepuasan hingga peluh menghentikan. Mengantar kesungguhan untuk serta-merta mengikat tubuh dalam dekap tak terelakan, terkunci sebelas menit. Mengisi pundi-pundi dahaga untuk cadangan beberapa musim diam.
Hanya jika gulita hilang gempita, terasa hangat menyapu dingin. Hanya dibalik perisai besi berselimut malam, sorot rindu menggebu mohon lepaskan penat. Saat sepi meraja, hasrat tanpa ampun ajukan pelepasan tanpa penolakan. Namun bumi tak begitu kosong, hasrat menjadi tabu rahasia dalam kotak asa dan sinar pun hanya jadi remang antara gelap dan terang, samar.
(Rabu pagi, cerita kisah tadi malam)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
7. 'Selamat Tidur'
(5 Januari 2011)
4 Jan 2011
Empat Perlima Berkisah
Sekali jumpa seraya satu malam bersekongkol melebur asa. Menaklukan gempita dalam malam sunyi senyap mencumbu sosok gelap dalam curiga dan waspada. Berjaga-jaga siap sedia. Jika sewaktu ilusi datang menyergap.
Mulai dengan ujung jari menjelajahi selapis tipis permukaan kulit, merasakan teksturnya. Kadang kenyal dan lembut beberapa bagian tapi kasar agak kisut bagian lainnya. Jamah lembut sentuhan halus geliat jemari mengusik lelap. Menciptakan alur gerak memutar menggelitik, menanti bangunnya roman. Sedikit hangat bercampur geli, kadang dingin dan lembab membiarkan roma bangkit bergidik sesaat melayang dalam buai sensasi raba.
Napas menghirup seruak feronom terpompa masuk bersama udara lembab bercampur peluh dan aroma tengik kulit kepala meninggalkan jejak seberkas makna. Menyisipkan tugas tafsir dalam tiap hirupan pada otak. Tercium kerja keras dan kesungguhan, anyir busuk bangkai hanya semilir lewat musim kemarau. Aroma segar sabun mandi gambaran semangat menyambut esok, terselip putus asa dan kegugupan. Samar, tertutup semerbak parfum pemicu gelora api semangat. Selintas lalu ada aroma manis bunga asing tak sengaja terhirup. Haruskah ditafsirkan?
Dalam sunyi ada bisikan halus diam-diam bersembunyi dalam gelap sempit. Serupa ajakan memadu cinta bertukar rasa melebur jiwa. Perlahan tapi pasti mengunci telinga agar tetap terngiang. Senandung nada kasih kecoh cemooh. Merdu lagu cinta serasa kisah sendiri. Semakin lama semakin pekat, meyakinkan hati akan sejati. Desah lelah kebenaran saling susul berpacu sampai gendang telinga. Hanya saat dunia tak ada yang lain, dalam sunyi rintih manja berani sampaikan rindu yang terpasung dalam diam.
Lidah menjulur, ikut berpesta. Asin saat menjelajahi kulit berbasuh peluh sebelum meninggalkan bau asam. Rasa tembakau, entah mengapa masih terasa walau telah ditinggal berjam-jam. Menggerakan lidah, menyusuri setiap senti rongga mulut bertukar saliva, bertaut saling icip rasa. Mengecap dan mengira santapan terakhirnya. Pekat kopi masih terasa di ujung lidah. Sisa coklat menempel di gigi memberi rasa manis. Cerna bersama seluruh kumannya, bukankah ini nikmat berbagi? Sedikit luka bibir yang terkelupas meninggalkan rasa besi. Luka masih belum kering, tercicip rasa darah.
Kulit, hidung, telinga, dan lidah membawa kisah separuh. Pejamkan mata dan sesapi rasa, fantasikan lainnya dalam mata tertutup. Melihat hanya ilusi, memandang muslihat halusinasi. Dengan mata tertutup kukecup nikmat empat perlima bulat. Sensasi ketidakutuhan yang dirasakan hati dan ditafsirkan otak.
(Senin malam, menimbang-nimbang)
8. Jalan
(4 Januari 2011)
3 Jan 2011
Peppy, Sudahi Perihmu
Hari ini aku mendapat celah untuk berkesampatan menyelamatkanmu dari sedikit luka yang kau buat sendiri. Maaf jika ini kejam. Aku, tak tahan kamu sakit terus. Dan kamu tak akan pernah peduli ceramah panjang berjam-jam tengah malam.
Kamu bilang sakit saat tau mereka semakin memupuk cinta dan kau dilanda kehampaan. Ibarat mulut sudah sampai berbusa ku sampaikan ketidaklayakan dia untukmu. Kalimatku hanya angin lalu yang samar kau serap.
Demi jagat, tidak ada alasanku untuk membenci 'pria terbang' itu. Pun kenal tidak. Tapi aku gusar melihatmu, sahabat. Tubuhmu habis digerogoti cemburu. Kulitmu panas terbakar apinya. Memang sih, tau apa aku. Merasakannya saja belum. Semua kamu yang rasa.
Jadi, kali ini aku harus turun tangan saat ada kesempatan. Agar tidak ada lagi kehadirannya yang hanya mengiris hatimu yang hampir habis. Kau pun tau, telah kusapu pecahan beling (botol kecap murahan) itu. Hanya agar tidak melukai dirimu hingga tetanus berujung amputasi.
Aku memang kejam, tapi sungguh aku sayang kamu. Maafkan kelancanganku.
(Senin Siang. Kembali bersinarlah miiih... Aku rindu kamu. Tapi jarak memisahkan kita)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Lubang Kunci
Ruang hati harus tetap terjaga. Ditutup rapat-rapat. Hindari pencurian segala modus. Tapi nyatanya kubiarkan selubangan celah terbuka. Kubiarkan sebelah mata menerawangi tubuh di dalamnya. Sebuah celah yang menggoda. Membuat penasaran mereka yang melintas. Sebuah celah, seukuran mata kunci, lubang kunci.
Lubang kunci tetap setia dengan prinsip kerja alat intip. Sejati membiarkan sebola mata merapatkan diri, mengamati yang ada di dalamnya. Tanpa tau sosok utuh dibaliknya. Tubuh di dalamnya bahkan tak sadar ada delik yang mengamati geliatnya. Melucuti helai demi helai selubungnya. Menjadikannya bulat-bulat dalam kepolosan.
Derit bilik mengejutkan tubuh, menyadarkan dalam ketelanjangan yang telah terlanjur direguk hampir nihil. Berharap belum terlambat, disumbat celah dengan sigap, walau nyatanya terlambat. Terlanjur bugil. Keburu dilucuti. Selayaknya lubang kunci, ada keterbatas arah pandang. Masih ada sudut lancip luput dari penyisiran sebola mata.
Lubang kunci itu telah sumbat. Ditutup segala celah intip alat intainya. Temukan kunci yang pas, singkirkan penyumbatnya, masukan kunci ke celah selubangan itu, lalu putar searah jarum jam perlahan, dan dorong lembut papannya. Cara yang tersisa untuk menyibak sepenuhnya tabir isi ruang jiwa sebentuk hati ini.
(Minggu malam. Semua akan baik-baik saja jika kita baik-baik saja. Hari ini baik.)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
9. Pipi
(3 Januari 2011)
2 Jan 2011
Mengimitasi Misteri
Misteri membuat tersesat. Gelap bagai ilusi setengah mimpi. Relung senyap piala keliru. Mengintip celah tanpa cahaya. Menjejaki setapak tanpa tanda. Mencekam menerkam dalam cemas. Menggenggam meremukan asa. Terperosok perih salah langkah gegabah. Fantasi hanya sepotong ilusi. Ilusi salah tafsir terhadap makna. Fantasi, muslihat misteri pemikat dera. Biar misteri tetap mainkan fantasi. Perlahan tapi pasti membuai fana. Terjebak dalam semu kesia-siaan. Biarlah kini misteri tetap menjadi misteri. Alih-alih mati, kumisterikan diri. Menutup setengah hati dalam samar. Entah kelambu tipis menerawang. Atau baja anti tahan gempur. Kucukupkan, dan menjadi misteri. Menutup yang terlanjur tersibak. Meletakan bayang-bayang kabur. Menjadi gelap dalam terang. Menghapus pertunjuk tercecer. Mulai detik ini, raba dan jatuhlah. Dalam buaian relung misteriku.
(Minggu pagi, garis matahari pagi menembus kasa hangat menyengat kulit)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Kaku
10. Penyelesaian
Aku suka penyelesaian tanpa huru-hara, tanpa panas mendera. Aku cukup mengerti apa yang kau katakanlah. Jadi, katakanlah. Terima Kasih untuk mau berubah.:)
(2 Januari 2011)
1 Jan 2011
Diam-diam
Kebersamaanku denganmu yang aku harap menjadi perisai. Sempurna. Rencana telah disusun. Tapi rencana hanyalah rencana, kau belum ingin membagi bahagiamu denganku. Kau masih ragu menarikku lebih dalam. Timbang menarikku, kau pilih sisihkan aku sejenak. Toh aku tak akan kemana. Nanti, bisa kau pungut lagi. Atau mungkin ini hanya otak busukku yang berkisah. Tapi usaha menjernihkan si busuk ini pun tak ku saksikan hingga detik ini.
Malam tadi, sunyi telah meremukkan semua perisai trauma itu. Menyerangku yang tanpa perisai. Mencengkram, mengeluarkan jiwaku hingga setengah kosong. Meninggalkan kecewa. Sunyi? Ya... Sunyi dibalik gempita bukankah lebih tragis?!
(Sabtu siang yang masih melelapkan sebagian orang yang lelah tadi malam)
*Jika kau tau, ini hanya pikiranku yang kecewa. Maaf... Aku hanya butuh ruang meluapkannya. Entah benar atau salah. Dan seperti biasa, ini pengobatanku. Aku akan tampil baik-baik saja di hadapanmu. Seperti yang kau harapkan.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
1.1.11
Malam ini aku meresap hangatmu dalam dekap seraya memandangi pijar warna-warni yang menari di langit tanpa bintang ini. Masih bisa kudengar bisik halusmu walau suara gempita pecah di detik itu. Mungkin. Ya... Khayalku yang berkisah.
Nyatanya, aku duduk di depan jendela kamar gelapnya sengaja dipadamkan. Dalam gelap cahaya akan semakin pekat menurutku. Aku suka api warna-warni yang menari-nari itu. Andai letupannya berbunyi lebih bisik bukan bising. Semakin indah.
Kembang api seperti bersahut-sahutan. Ternyata tidak ada yang yakin pasti kapan pergantian tahun itu sehingga tepat bagi mereka membakar sumbunya. Setelan jam masing-masing pun berbeda. Tak heran jika beberapa mendahului dan terlambat. Yang penting semarak.
Tersadar aku saat mendengar isak, dari bibirku. Bahuku naik turun semakin cepat temponya. Sesak menghimpit napas agar tetap didalam dan tidak mempersilakan yang diluar untuk masuk. Pipiku terasa lengket, becek.
Bukan. Bukan sepenuhnya kecewa ketiadaanmu malam ini. Hanya, suasana sepi ini melarutkanku bersama puyer pahit kisah lalu. Ingatan dua tahun lalu, aku yang hancur saat itu. Bedanya... Kali ini aku total sendiri dalam gelap kotak persegi.
Bergegas menuju kamar mandi. Bukan sekedar membasuh wajah yang lembab. Tapi mandi. Mandi tengah malam di pergantian tahun. Seolah berharap meluluhkan semua gusar.
(Sabtu, 1 Januari 2011. Masih ragu akankah kau sudi berbagi bahagia yang bukan hanya keluh)
*1.1.11 = 4. Bukan angka bagus memang.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
11. Menyusun
(1 Januari 2011)