16 Des 2010

Kematian Sang Roman

Terisak aku di penghujung hari. Mengenang dia yang telah pergi. Entahlah... Kuharap kematiannya tidak abadi. Semoga ini hanya mati suri, atau setidaknya bisa bangkit sebagai zombie.

Juwita malam terlampau sunyi, diiringi nyanyian jangkrik. Belum habis tenagaku untuk dipaksa beristirahat. Tak mungkin jatuh terlelap. Dalam gelap aroma malam menjelajahi kenangan saat kau masih disini. Dingin yang menusuk semakin menyiksa dengan sepi.

Terbawa dalam saat-saat bersamaanmu membuatku semakin terpaku. Tiada terkira kau akan pergi meninggalkannya bersamaku. Awalnya kupikir kalian satu, ternyata keliru. Kematianmu membawa pilu, menyisakan pahit. Sebaliknya, kehadiranmu sangatlah manis, berwarna cerah.

Kamu yang membawa suara kecupan diujung saluran telepon setiap akhir percakapan. Dirimu yang dengan ramah mengamit tanganku di keramaian. Engkau yang melontarkan kata-kata mesra hanya untukku. Kau yang menyuguhkan kehangatan tanpa diminta.

Sungguh, aku merindukanmu yang kini tiada. Aku merindukanmu, roman. Bukan dirinya, tapi keberadaannya yang dulu, dimana kamu menyertai langkahnya saat bersamaku. Bangkitlah dari matimu! Katakan ini hanya tidur panjangmu! Bangun, roman! Bangun!

"Aku rindu..."


(Kamis muda. Kerinduan yang sama... kemana angin membawanya? Tak sampaikah padamu?)

2 komentar: