12 Des 2010

Spons dan Cermin

Spons dan cermin memiliki fungsi dan cara kerja bersebrangan. Tapi aku, egois... ingin kombinasi keduanya.

Tetaplah seperti spons, serap kasih yang ku teteskan seluruhnya. Keringmu akan menjadi lembab. Kekakuanmu akan berubah luwes. Seiring waktu, seterik matahari, kau akan kembali kering dan kaku. Jangan murung. Tanpa kau perlu mengemis, tanpa merajuk, tanpa meminta aku berikan. Sebelum kembali kering dan kaku, kasihku akan menghujanimu. Membanjirimu. Membuatmu kembali padat, penuh, hingga luber keluar dari pori-porimu, tak sanggup kau tampung. Keadaan itu di luar kendalimu, kau tak sanggup mengendalikannya. Saat itulah aku berhenti mengucurimu. Agar kau tidak tersiksa, agar tak ada yang sia-sia, terbuang percuma. Aku pun sedang belajar menjadi spons. Memanfaatkan setiap cairan yang masuk melalui setiap pori-poriku menjelang keringku.

Tetaplah seperti cermin, pantulkan kasihku seperti bayangan semu tegak lurus terbalik itu. Setidaknya pantulkan bayangan yang serupa, seperti cermin datar. Pantulan bayangan di cermin membuatku tenang. Membuatku yakin bahwa aku ada. Aku eksis di kehidupan ini. Memang egois. Itu semua semata-mata untukku sendiri. Tapi, bukankah ada keegoisan dalam diri kita masing-masing. Suka cita tak terbayangkan saat bayangan yang terpantul jauh lebih indah dari yang kuyakini sebagai realita. Walau itu palsu. Kita senang dibohongi, bukan? Apapun itu, baik atau buruk, pantulkanlah, bagai cermin datar, cembung, maupun cekung. Tanggapi kehadiranku. Beberapa waktu, kondisi kurang cahaya membuat bayanganku tak terpantul walau aku bercermin, dihadapan cermin. Cahaya akan datang kembali, cepat atau lambat. Aku terlalu gemar memantulkan bayanganmu yang bercermin di hadapanku. Hampir mustahil kau tak lihat pantulannya, sangat responsif.

Picik, aku masih sering merasa kering. Boros, aku selalu menyediakan cahaya saat kau tak butuh. Aku masih belajar, sayang. Kita sebut ini penyesuaian. Proses, bukan sekali jadi, sejentik jari. Satu hal, jika tidak untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tak akan rela ku berjuang.

Maaf jika dalam masa pembelajaran dua puluh tiga bulan, muridmu yang satu ini masih sulit diatur. Masih bodoh. Terima kasih atas pelajarannya.


(Minggu, 12 Desember 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar