Ingin sekali rasanya menunjukan ini kepada seseorang, agar kita sama-sama lega. Semoga!
Masih ingat? Saya pernah coba beritahu, tapi karena anda tentu sudah tahu, mungkin lebih tepat jika disebut "mengingatkan" tentang rasa kecewa. Hinanya merasa tersingkir. Rasanya tidak enak. Kali itu anda hanya mencibir. Lagi-lagi saya justru dijatuhkan. Kalau sekarang ditanya bagaimana rasa yang anda sebut sebagai rasa dibuang, disingkirkan. Mungkin sekarang anda mengerti, tapi sanggup untuk menjabarkannya pun tidak. Terlalu berat. Walau saya lihat -- padahal perasaan bukan dikecap oleh indera penglihatan, sebagai penonton, hanya indera penglihatan (belum tentu mata) saya yang disentuh -- bagi anda, pahit itu berkali-kali lebih pekat kadarnya dibanding yang saya cicipi saat itu. Jauh sekali bahkan. Saya tidak bermaksud mengutuk anda. Sama sekali tidak, saya pilih menghadapinya dari pada mengutuk semua itu.
Kadang saya menyesal mengetahui apa yang tidak ingin saya tau atau sebaiknya tidak saya tahu. Sedikit tahu, sedikit sakit. Menyesal karena saya telah berupaya cari tahu. Menyesal telah menjadi detektif ulung, cenayang jitu, sekaligus aktris kawakan. Tapi, entah karena menikmati derita maupun hanya luapan rasa ingin tahu, ada dorongan untuk terus berupaya mengungkap realita yang justru (kita tahu akan) mengubur kita hidup-hidup, sesak kehabisan nafas menahan hantamannya. Saya pernah melakukannya. Anda pun begitu, ya kan?
Entah alih-alih merasa muak diawasi --saya pun tahu anda mengawasi saya-- atau memang hanya ingin mencoba adu taktik berebut sengketa, anda pun hilang. Tidak ditemukan bila yang mencarinya adalah saya, beda hal jika orang lain. Sebesar itukah kegelisahan anda? Anda menghilang dari hadapan saya -- tapi terlihat bagi orang lain, tidak juga pergi dari hadapan dia -- menolak mentah-mentah kehadiran saya. Saya ditolak, dibuang eksistensinya oleh anda. Saat itu keinginan saya untuk memandang anda sebagai korban pikiran buruk saya, musnah. Dari situ saya tetapkan anda sebagai tersangka dan saya korban tindakan (bukan lagi pikiran) anda. Curiga sepenuhnya ditujukan pada anda. Target operasi.
Saya bukan malaikat seperti apa yang diri anda coba citrakan pada realita. Kalau saja anda pandai dalam bertindak... Sudahlah... Sekarang pun anda telah memanggil saya untuk mengundang anda kembali, membiarkan saya melihat tindak-tanduk anda. Saya tidak tahu apa maksudnya. Hasrat saya tergelitik. Tapi maaf, saya tidak akan mengundang anda untuk hadir setelah semua kejadian itu. Saya hina bagi anda.
Ini mengganggu saya. Saya tegaskan. Anda berhasil mengguncang ketenangan hati saya. Tapi, apa saya lantas jatuh? Tidak. Jika saya kekanak-kanakan, saya tidak hadapi apa yang menurut saya sebuah masalah. Saya ungkapkan padanya, risiko yang saya terima besar. Hasil kepala dingin saya dipersilahkan untuk langsung berduel dengan anda. Maka dengan restunya, saya datang. Saya tidak akan menggunakan pasukan untuk melawan anda (walaupun mereka ada disamping saya). Saya tidak suka, tidak tangguh. Saya tangguh. Dia sendiri pun hanya penonton. Saya tidak meminta dia ikut campur, pun tahu dia tak akan mau mengurusi masalah Hawa.
Saya menghampiri, lagi-lagi anda melarikan diri. Anda bilang, kita bahkan tidak saling kenal jadi tidak perlu bertarung. Saya hanya tertawa. Anda ingat? Saya tertawa. Namun, mengapa anda repot-repot minta maaf pada orang yang tidak anda kenal. Walaupun, (disini saya coba sampaikan pendapat saya) permintaan maaf anda saya nilai tidak tulus. Anda hanya minta maaf agar merasa diberkahi. Tidak ada penyesalan. Apa yang disesali? Tidak perlu ada sesal. Sesal mungkin perbuatan rendah bagi anda. Ya, untuk apa? Memang anda tidak salah -- menurut anda.
Menyaksikan apa yang tidak diinginkan atau sebaiknya tidak kita tahu kadang membawa sesal. Lebih baik tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu. Tapi saya (entah kenapa) selalu tahu. Daripada diliputi sesal. Saya pura-pura saja tidak tahu.
Saya coba yakini saat itu anda memang tidak salah. Saya yang sepenuhnya salah. Saya yang dengan sedemikian rupa mengetahui rayuan yang tidak wajar, perbuatan tidak menyenangkan. Skenario theater of mind saya hanya sekedar mimpi di siang bolong, sandiwara murni. Anda pun bilang begitu -- hanya kekeliruan yang tidak berarti. Bagi anda tidak berarti, mungkin memang waktu senggang anda diisi dengan perbuatan semacam itu. Saya tidak tahu. Saya tahu, menggoda itu menyenangkan, mendapat energi tumbuhnya percaya diri. Anda tahu "apa rasanya?". Saya rasa kini anda tahu.
Oke, saya pikir menganggap semua hanya kesalah-pahaman saya akan jauh lebih baik. Lebih baik saya mempercayainya. Menganggap semua itu hanya akal-akalan saya yang kekanak-kanakan. Anda pun bilang begitu-- "You are so kiddo!"--Setidaknya, dengan begitu risiko sakitnya lebih kecil. Walau saya tidak tau kenyataan sebenar-benarnya -- sekarang saya pun sudah kurang minat untuk tahu. Saya percaya pada penjelasannya, at least terus mencoba begitu. Versi anda pun tidak saya dapat, anda menghindar. Kami pikir anda takut. Takut adalah milik si salah. Kesimpulan tunggal. Selesai perkara.
Kepura-puraan itu melelahkan. Pura-pura tidak mendendam pada anda. Maaf, saya bukan seorang dengan hati mulia. Hanya jika saya yakin ada kesungguhan, mungkin bisa reda. Sejauh ini kesungguhan hanya samar-samar, berselimut, ter/ditutup. Pesan saya: pandai-pandailah bersikap, gunakan logika terbalik (jika anda adalah saya). Mereka sebut itu empati.
Kedatangan anda kali ini mungkin ada maksudnya. Jika maksud itu baik, kenapa tidak disampaikan? Ungkapkan apa yang anda inginkan dari saya. Atau anda ingin kembali masuk dalam medan saya, diantara kami? Atau ini hanya buah gelisah karena mulai memikirkan, saat itu tindakan anda adalah menyakiti. Saya tahu anda dalam upaya mencari tenang. Mungkin saya bisa bantu carikan penenang, dengan begitu bisa mengembalikan sedikit kekuatan anda dari kekuatan semu yang anda kumandangkan kepada seluruh dunia. Kekuatan semu yang sebenarnya adalah manifestasi dari rasa sakit yang teramat. Gertakan agar terlihat kuat -- padahal masih lemah -- sehingga lawan menjauh tanpa dilawan dengan tenaga. Anda merasa perlu menunjukkan kekuatan (yang sebenarnya masih semu) karena anda sendiri perlu mendapat pengakuan dunia bahwa anda kuat, baik-baik saja, anda bahagia.
Saya tahu luka anda, sedikit pun tidak ingin saya rasakan. Saya juga tidak ingin ada yang terluka karena saya. Maka saya menghindari dianggap pisau dengan secerdik mungkin bersikap dan menempatkan diri. Aaah... Saya tidak bermaksud bijak. Saya hanya sedikit berbagi strategi dengan anda. Sia-siakah? Pengalaman anda tentang kebajikan rasanya melebihi saya -- saya harap begitu.
Kejadian dahulu memberi saya banyak pelajaran -- untuk tidak memiliki, tidak berharap, tidak menyakiti, tidak berpegangan. Selama itu saya menahan sakit dalam diam, memikirkan apa yang baik untuk saya. Memoles lara dengan senyum. Menertawakan nestapa. Meyakini bahwa... Aaah... Tidak sepenuhnya hatinya diberikan pada saya. Saya bukan satu-satunya orang yang diinginkannya, mungkin ada anda (walau dia bilang sudah selesai) juga lainnya yang entah berapa banyak lagi jumlahnya. Kata orang, setidaknya ini baik dalam menghadapi kehilangan. Tanpa memiliki, tidak akan ada kehilangan. Terima kasih. Sungguh. Terima kasih atas pengalaman yang tanpa anda sadari, membuat saya belajar banyak.
Jika semua yang saya ungkapkan ini salah, sepenuhnya saya memilih meyakini pengetahuan ini.
Selamat berjuang untuk bangkit, Fab! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar