Aku tidak terkejut mendengar hidupnya berakhir seperti itu: dia selalu bermain-main dengan bahaya. Kata orang, mereka yang ekstrovert lebih tidak bahagia dibanding yang introvert, dan harus membayar keterbukaan mereka dengan terus-menerus membuktikan pada diri sendiri betapa bahagia dan puas dan nyamannya mereka dalam kehidupan. Dalam kasus Athena, setidaknya, hal ini sepenuhnya benar.
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 21)
"Suatu hari seseorang pernah mengatakan padaku bahwa musik diciptakan oleh Tuhan, dan gerakan-gerakan yang cepat diperlukan supaya manusia bisa bersentuhan dengan diri mereka." Kata Athena pada salah satu sore yang kami lewati bersama. "Selama bertahun-tahun, aku merasa hal ini benar, dan sekarang aku terpaksa melakukan hal yang paling sulit di dunia -- mengurangi kecepatan. Kenapa kesabaran begitu penting?"
"Karena membuat kita memperhatikan."
"Tapi aku bisa menari dengan hanya mematuhi jiwaku, yang memaksaku berkonsentrasi pada sesuatu yang lebih besar daripada diriku, dan membawaku berhubungan dengan Tuhan -- kalau bisa kubilang begitu. Tarian telah menolongku mengubah banyak hal dalam hidupku, termasuk pekerjaanku. Tidakkah jiwa itu lebih penting?"
"Tentu saja, tapi jika jiwamu bisa berkomunikasi dengan otakmu, kau bahkan bisa mengubah lebih banyak hal lagi."
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 95)
Apa yang sedang dialami anak laki-laki di depan televisi -- sebuah gerbang menuju realitas yang berbeda -- adalah situasi yang sama dengan yang akan kubuat dalam diri Athena. Semuanya begitu sederhana dan begitu rumit pada saat bersamaan! Sederhana karena yang dibutuhkan hanyalah perubahan sikap: aku tidak akan mencari kebahagiaan lagi. Mulai saat ini, aku bebas; aku melihat kehidupan melalui mataku dan bukan mata orang lain. Aku akan mencari petualangan yang berasal dari kehidupan itu sendiri.
Dan begitu rumit: kenapa aku tidak mencari kebahagiaan sementara semua orang mengajariku bahwa kebahagiaan adalah satu-satunya tujuan yang layak dikejar? Kenapa aku mengambil risiko memasuki jalan yang tak pernah dijalani orang lain?
Lagi pula, apa sebenarnya kebahagiaan itu?
Cinta, kata orang. Tapi cinta tidak dan tidak akan pernah membawa kebahagiaan. Sebaliknya, sia adalah kegelisahan yang kekal, medan peperangan; dia adalah malam-malam yang tak terlelap, terus mempertanyakan diri kita apakah sudah melakukan hal yang tepat. Cinta sejati terbentuk dari gairah dan derita.
Baiklah kalau begitu, kedamaian. Kedamaian? Kalau kita melihat sang Ibu, dia tidak pernah damai. Musim dingin berperang dengan musim panas, matahari dan bulan tak pernah bertemu, harimau mengejar manusia, yang takut pada anjing, yang mengejar kucing, yang mengejar tikus, yang menakutkan bagi manusia.
Uang membawa kebahagiaan. Baiklah. Kalau demikian, semua orang yang sudah mengumpulkan cukup uang untuk meraih standar kehidupan yang tinggi sudah bisa berhenti bekerja. Tapi lalu mereka menjadi lebih bermasalah daripada sebelumnya, seperti takut kehilangan semuanya. Uang menarik lebih banyak uang, itu benar. Kemiskinan mungkin membawa ketidakbahagiaan, tapi uang tidak selamanya membawa kebahagiaan
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 151)
"Saat kau mencuci, berdoalah. Berterima kasih karena masih ada piring yang bisa dicuci, karena kau memberi makan seseorang, karena kau memberikan perhatian pada satu atau lebih orang, karena kau memasak dan menyiapkan meja. Bayangkan jutaan orang yang pada saat ini sama sekali tidak punya apa-apa untuk dicuci dan tidak punya siapa-siapa untuk dilayani.
"Ada wanita-wanita yang berkata, 'Aku tidak akan mencuci piring, biar para pria yang melakukan itu.' Baiklah, biarkan para pria melakukannya kalau mereka mau, tapi hal itu tidak ada hubungannya dengan kesetaraan. Tak ada yang salah dengan melakukan hal-hal sederhana, walaupun jika aku diharuskan menerbitkab sebuah artikel besok, berisi semua yang ada dalam pikiranku, aku akan dituduh menentang perjuangan feminis. Omong kosong! Seakan-akan mencuci piring atau mengenakan bra atau membiarkan seseorang membukakan atau menutupkan pintu bisa menghinaku sebagai wanita. Kenyataannya, aku suka jika pria membukakan pintu untukku. Menurut etiket yang berlaku, ini berarti, 'Wanita ini membutuhkanku untuk melakukan ini karena dia rapuh,' tapi di dalam jiwaku tertulis, 'Aku diperlakukan seperti dewi. Aku seorang ratu.' Aku ada di sini bukan untuk memperjuangkan gerakan feminis, karena pria maupun wanita adalah manifestasi sang Ibu, sang Kesatuan Ilahi. Tak ada yang bisa menjadi lebih besar dari itu.
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 174)
"Kau adalah apa yang kaupercayai tentang dirimu sendiri.
"Jangan seperti orang-orang yang percaya dengan 'pemikiran positif' dan berkata pada diri mereka sendiri bahwa mereka dicintai dan kuat dan mampu. Kau tak perlu melakukan itu, karena kau sudah mengetahuinya. Dan ketika kau meragukan hal itu -- yang, kupikir, cukup sering terjadi pada tingkatan evolusi ini -- lakukan seperti yang kusarankan. Daripada coba membuktikan bahwa kau lebih baik daripada yang kau pikir, tertawa saja. Tertawakan kekuatiran dan rasa tidak amanmu. Pandang kegelisahanmu dengan rasa humor. Awalnya akan sulit, tapi perlahan-lahan kau akan terbiasa.
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 176)
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 21)
"Suatu hari seseorang pernah mengatakan padaku bahwa musik diciptakan oleh Tuhan, dan gerakan-gerakan yang cepat diperlukan supaya manusia bisa bersentuhan dengan diri mereka." Kata Athena pada salah satu sore yang kami lewati bersama. "Selama bertahun-tahun, aku merasa hal ini benar, dan sekarang aku terpaksa melakukan hal yang paling sulit di dunia -- mengurangi kecepatan. Kenapa kesabaran begitu penting?"
"Karena membuat kita memperhatikan."
"Tapi aku bisa menari dengan hanya mematuhi jiwaku, yang memaksaku berkonsentrasi pada sesuatu yang lebih besar daripada diriku, dan membawaku berhubungan dengan Tuhan -- kalau bisa kubilang begitu. Tarian telah menolongku mengubah banyak hal dalam hidupku, termasuk pekerjaanku. Tidakkah jiwa itu lebih penting?"
"Tentu saja, tapi jika jiwamu bisa berkomunikasi dengan otakmu, kau bahkan bisa mengubah lebih banyak hal lagi."
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 95)
Apa yang sedang dialami anak laki-laki di depan televisi -- sebuah gerbang menuju realitas yang berbeda -- adalah situasi yang sama dengan yang akan kubuat dalam diri Athena. Semuanya begitu sederhana dan begitu rumit pada saat bersamaan! Sederhana karena yang dibutuhkan hanyalah perubahan sikap: aku tidak akan mencari kebahagiaan lagi. Mulai saat ini, aku bebas; aku melihat kehidupan melalui mataku dan bukan mata orang lain. Aku akan mencari petualangan yang berasal dari kehidupan itu sendiri.
Dan begitu rumit: kenapa aku tidak mencari kebahagiaan sementara semua orang mengajariku bahwa kebahagiaan adalah satu-satunya tujuan yang layak dikejar? Kenapa aku mengambil risiko memasuki jalan yang tak pernah dijalani orang lain?
Lagi pula, apa sebenarnya kebahagiaan itu?
Cinta, kata orang. Tapi cinta tidak dan tidak akan pernah membawa kebahagiaan. Sebaliknya, sia adalah kegelisahan yang kekal, medan peperangan; dia adalah malam-malam yang tak terlelap, terus mempertanyakan diri kita apakah sudah melakukan hal yang tepat. Cinta sejati terbentuk dari gairah dan derita.
Baiklah kalau begitu, kedamaian. Kedamaian? Kalau kita melihat sang Ibu, dia tidak pernah damai. Musim dingin berperang dengan musim panas, matahari dan bulan tak pernah bertemu, harimau mengejar manusia, yang takut pada anjing, yang mengejar kucing, yang mengejar tikus, yang menakutkan bagi manusia.
Uang membawa kebahagiaan. Baiklah. Kalau demikian, semua orang yang sudah mengumpulkan cukup uang untuk meraih standar kehidupan yang tinggi sudah bisa berhenti bekerja. Tapi lalu mereka menjadi lebih bermasalah daripada sebelumnya, seperti takut kehilangan semuanya. Uang menarik lebih banyak uang, itu benar. Kemiskinan mungkin membawa ketidakbahagiaan, tapi uang tidak selamanya membawa kebahagiaan
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 151)
"Saat kau mencuci, berdoalah. Berterima kasih karena masih ada piring yang bisa dicuci, karena kau memberi makan seseorang, karena kau memberikan perhatian pada satu atau lebih orang, karena kau memasak dan menyiapkan meja. Bayangkan jutaan orang yang pada saat ini sama sekali tidak punya apa-apa untuk dicuci dan tidak punya siapa-siapa untuk dilayani.
"Ada wanita-wanita yang berkata, 'Aku tidak akan mencuci piring, biar para pria yang melakukan itu.' Baiklah, biarkan para pria melakukannya kalau mereka mau, tapi hal itu tidak ada hubungannya dengan kesetaraan. Tak ada yang salah dengan melakukan hal-hal sederhana, walaupun jika aku diharuskan menerbitkab sebuah artikel besok, berisi semua yang ada dalam pikiranku, aku akan dituduh menentang perjuangan feminis. Omong kosong! Seakan-akan mencuci piring atau mengenakan bra atau membiarkan seseorang membukakan atau menutupkan pintu bisa menghinaku sebagai wanita. Kenyataannya, aku suka jika pria membukakan pintu untukku. Menurut etiket yang berlaku, ini berarti, 'Wanita ini membutuhkanku untuk melakukan ini karena dia rapuh,' tapi di dalam jiwaku tertulis, 'Aku diperlakukan seperti dewi. Aku seorang ratu.' Aku ada di sini bukan untuk memperjuangkan gerakan feminis, karena pria maupun wanita adalah manifestasi sang Ibu, sang Kesatuan Ilahi. Tak ada yang bisa menjadi lebih besar dari itu.
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 174)
"Kau adalah apa yang kaupercayai tentang dirimu sendiri.
"Jangan seperti orang-orang yang percaya dengan 'pemikiran positif' dan berkata pada diri mereka sendiri bahwa mereka dicintai dan kuat dan mampu. Kau tak perlu melakukan itu, karena kau sudah mengetahuinya. Dan ketika kau meragukan hal itu -- yang, kupikir, cukup sering terjadi pada tingkatan evolusi ini -- lakukan seperti yang kusarankan. Daripada coba membuktikan bahwa kau lebih baik daripada yang kau pikir, tertawa saja. Tertawakan kekuatiran dan rasa tidak amanmu. Pandang kegelisahanmu dengan rasa humor. Awalnya akan sulit, tapi perlahan-lahan kau akan terbiasa.
(Sang Penyihir dari Portobello, Coelho 2006: 176)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar